Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hujan Terakhirku



 
http://www.opiniglobal.xyz/2017/10/hujan-terakhirku.html
HULPA DIANA
         Namaku Zaira Putri Hermawan biasa dipanggil Zaira, Zaira putri semata wayang dari bapak Hermawan dan ibu Ira Delwita, ayah dan ibunya sangat menyayanginya, sejak kecil mereka belum tau pasti dengan penyakitnya Zaira, dan saat Zaira mulai menginjak usia 8 tahun Zaira selalu kesakitan dibagian dadanya setelah diperiksa oleh dokter disitulah kedua orang tuanya mengetahui penyakitnya bahwa Zaira terkena kanker paru-paru penyakit pembunuh nomor tiga didunia, di saat perjalanan menuju rumah sakit.
 
Zaira,ibu dan ayahnya ingin memeriksa kembali kesehatan Zaira tapi sayangnya diperjalanan menuju rumah sakit mereka mengalami kecelakaan, sebuah truck menabrak mobil ayahnya dari belakang karena hilang kendali, ayahnya hanya luka pada bagian kepalanya karena terkena stir mobil, pada saat itu ibunya Zaira memeluk Zaira dan mereka terpental keluar mobil sejauh 1 meter dan ibunya menahan Zaira agar tidak terluka terkena bahu jalan dan seketika pelukan ibunya terlepas dan Zaira terguling di bawah bahu jalan. Dan Zaira menangis histeris melihat ibunya berlumuran darah dikepalanya sedangkan Zaira hanya luka pada bagian tangan, Zaira tidak menghiraukan sakitnya dan diwaktu kecelakaan hari itu hujan turun sangat deras iatidak kuasa melihat ibunya tergeletak di atas bahu jalan dengan penuh darah dikepalanya dan warga sekitarnya pun menelpon pihak rumah sakit untuk membawa ambulan ke tempat kejadian.ambulan pun datang, Zaira, ibu, dan ayahnya dibawa kerumah sakit saat tiba dirumah sakit dan diruangan pasien yang berbeda dokter memeriksa pak Hermawan ayahnya Zaira ternyata pak Hermawan hanya terkena luka ringan pada bagian kepalanya dan begitupun Zaira, Zaira hanya luka ringan pada tangan kirinya, Zaira dan pak Hermawan pergi keruangan ibunya Zaira dan dokter mengatakan “ibu Ira sudah tiada sejak kecelakaan tadi” merasa tak percaya Zaira langsung memeluk ibunya dan menangis, disamping itu pak Hermawan menelpon pelayan dan saudaranya untuk mempersiapkan segalanya dirumah dan mempersiapkan makam ibunya Zaira dan pihak rumah sakit segera menyiapkan ambulan untuk mengantar jenazah ibunya Zaira pulang kerumah dalam perjalanan pulang kerumah Zaira masih memeluk ibunya sambil menangis dan mengatakan “ibu… bangun jangan tinggalin Zaira dan ayah” dan setibanya dirumah keluarga Zaira tak kuasa menahan tangis dan jenazah ibunya Zaira pun dibawa kerumah dan pembacaan yasin pun berlansung, Zaira pun terus memeluk ibunya, setelah beberapa jam jenazah ibunya Zaira akan dibawa ke pemakaman untuk dimakamkan walaupun diluar masih hujan dan jenazah ibunya Zaira kembali dibawa kedalam mobil ambulan untuk dihantarkan ketempat peristirahatan terakhir beliau dalam perjalan menuju makam Zaira masih tetap memeluk ibunya dan berkata “ibu…. bangun jangan tinggalin Zaira dan ayah”(menangis tersedu-sedu). 

Setibanya dimakam ibunya Zaira pun dimakamkan, Zaira terus menangis ayahnya Zaira pun memeluk putri semata wayangnya itu dan berkata “sabar nak jangan menangis ayah disini”(sambil memeluk dan mengusap air mata putrinya). Pemakaman pun selesai Zaira dan ayahnya pun pulang Zaira masih tidak percaya kalau ibunya sudah tiada dan Zaira masih belum bisa terima semua itu. 

Tahun demi tahun pun berlalu Zaira sudah menginjak usia 18 tahun, ayahnya masih setia menemaninya sepanjang hari dan Zaira pun harus tetap terapi dirumah sakit untuk penyembuhan penyakitnya, saat itu penyakitnya Zaira kumat lagi dan Zaira pun dibawa kerumah sakit tempat biasa Zaira terapi dan Zaira dibawa keruang ICU, ayahnya Zaira sangat khawatir dengan kondisi putri semata wayangnya itu yang semakin hari semakin memburuk, ketika dokter sudah menangani semuanya dak dokter pun keluar dari ruang ICU dan berkata kepada ayahnya Zaira “pak Hermawan ma’af sebelumnya kondisi putri bapak sangat memburuk sebaiknya kita melakukan operasi karena putri bapak sudah cukup umur untuk dioperasi” dan ayah Zaira pun menjawab “baiklah dok, lakukan yang terbaik untuk putri saya, berapapun biayanya akan saya bayar” dokter menjawab “baiklah pak, operasinya akan dilakukan didalam minggu ini, oh iya pak putri bapak akan sadar dalam beberapa jam lagi, bapak boleh masuk kedalam menunggu putri bapak sadar, saya permisi dulu”. 

Ayahnya zaira pun masuk kedalam ruang ICU, ayahnya Zaira melihat sangat banyak peralatan medis yang melekat ditubuh putrinya itu , dalam hatinya ayah Zaira berkata “putriku aku tak tega melihat mu seperti ini biarlah aku yang menanggung semua penyakitmu, cukupalah ayah kehilangan ibumu jangan sampai ayah juga kehilangan kamu, astagfirullahhal’azim”(sambil mungasap muka yang bergelinang air mata). Setelah beberapa jam menunggu akhirnya Zaira pun sadar dan memanggil dengan sebutan “ayah”(suara terbata-bata) dan dokter pun datang setelah diperiksa ternyata Zaira bisa dipindah keruang pasien rawat inap setelah Zaira dipindah keruang rawat inap hari pun hujan deras dan Zaira pun berkata “ayah Ibu memanggilku di sana, itu lihat ayah, ayah… kenapa ibu jauh ayah…”(sambil menunjuk dan air mata berlinang dipipi) ayahnya Zaira pun menjawab “putriku jangan menangis disini ada ayah”(sambil memeluk putrinya). Setiap kali hujan turun Zaira selau teringat pada ibunya, ayahnya Zaira tak tega melihat putrinya selalu seperti itu.


 Hari pun sudah pagi, kebetulan cuacanya sangat bersahabat, Pak Hermawan mengajak putrinya untuk keluar untuk menghirup udara segar, pak Hermawan pun menggedong putrinya untuk bisa duduk dikursi roda, setibanya diluar ada seseorang yang tidak sengaja dompetnya terjatuh didepan Zaira, “tunggu nak!!!”(pak Hermawan memanggil sesorang dengan tubuh berperawakan sedang dan tubuh agak sedikit berisi dengan nada tinggi) dan laki-laki itu melihat kebelakang dan menghapiri Zaira dan Pak Hermawan,”bapak memanggil saya?”. “ya nak, ini dompet kamu terjatuh tadi” kata pak Hermawan, “terima kasih pak, kalau tidak ada bapak mungkin saya sudah kehilangan dompet saya, oh iya pak perkenalkan nama saya Rehan”(sambil tersenyum dan berjabat tangan dengan pak Hermawan) “nama saya Hermawan dan ini putri saya namanya Zaira” jawab pak Hermawan “oh iya pak putri bapak sakit apa ? ma’af pak sebelumnya, kenapa tubuh anak bapak sangat kurus? ” Rehan bertanyapa, dan pak Hermawan menjawab “Putri saya terkena kanker paru-paru” Rehan kembali bertanya ke pak Hermawan “ngomong-ngomong ibunya Zaira dimana ya pak?” pak Hermawan menjawab “ibunya sudah meninggal 10 tahun yang lalu”(mata berkaca-kaca), “ma’af pak saya sudah lancang bertanya seperti itu ke bapak dan putri bapak”. ” Tidak apa-apa nak, kalau begitu bapak dan Zaira pergi keruangnya Zaira dulu ya, jika kamu ada waktu mampir saja keruangan Zaira itu disana diruang melati nomor 212, baiklah kami permisi dulu”(sambil tersenyum). 

Zaira dan ayahnya pun sudah tanpak jauh dari Rehan, pada hari itu Zaira masih baik-baik saja, esok harinya Zaira memuntahkan darah dan keluar darah dari hidungnya, dan pak Hermawan langsung memanggil dokter, dan Zaira pun kembali dibawa keruang ICU, setelah beberapa jam dokter menangani Zaira dokter pun keluar dari ruangan dan pak Hermawan menghapiri dokter dan bertanya “bagaimana dengan kondisi anak saya dok?” dan dokter menjawab “pak ma’af anak bapak koma kondisinya sangat kritis, kita tunggu perkembangannya beberapa hari ini, saya permisi dulu” Zaira koma selama 3 hari dan pada hari ke-4 Zaira pun sadar Zaira berpesan kepada ayahnya “ayah jika Zaira dioperasi nanti atau Zaira sudah tiada tolong ayah buka jendela kamar Zaira selebar mungkin ya ayah, agar Zaira dapat merasakan hujan deras dan melihat ibu dan bisa melihat ayah”, pak Hermawan menjawab “iya nak, ayah akan turuti segala permintaan kamu karena bagi ayah kamu adalah harta yang paling berharga, kamu jangan bicara seperti itu kamu pasti sembuh”(sambil tersenyum dan air mata berlinang dipipi). 

Keesokan harinya iapun di bawa keruang operasi, dan operasi pun berlangsung selama beberapa jam, dokter berusaha sebisa mungkin untuk menyelamatkan nyawa putri semata wayang pak Hermawan itu, berbagai alat medis sudah dilekatkan ditubuh Zaira dan seketika detak jantung Zaira melemah, dan saat suster mengecek, ternyata tubuh Zaira menolak semua peralatan medis, suster berkata kepada dokter“dok sepertinya pasien tidak bisa diselamatkan, karena detak jantungnya sudah berhenti”, dokter melihat kearah alat medis, dokter menjawab “tolong kamu catatan tanggal dan jam meninggalnya pasien, dan tolong siapkan segalanya saya akan memberitahu keluarga pasien”. “Baik dok” jawab suster, dokter pun keluar dari ruangan operasi, pak Hermawan dan Rehan pun menghampiri dokter “bagaiamana dengan operasinya dok, apakah anak saya baik-baik saja?” Tanya pak Hermawan kepada dokter dengan wajah panik “ma’af sebelumnya pak, kami sudah berusaha semampu kami tapi Allah berkehendak lain, dengan berat hati saya mengatakan bahwa putri bapak sudah meninggal”, pak Hermawan menjawab “apa dok? Tidak mungkin, Zaira…”(sambil berlari kedalam ruangan operasi), Rehan pun juga ikut masuk kedalam, “Zaira… anakku mengapa kamu tinggalin ayah nak, mengapa nak? ayah akan turuti segala keinginanmu asalkan kamu sembuh dan bisa bersama-sama lagi sama ayah, bangun nak… bangun… jangan tinggalin ayah”(pak Hermawan menangis). 

Rehan berkata kepada pak Hermawan “istigfar pak istigfar, mungkin ini jalan yang terbaik untuk Zaira dari Allah, bapak tenang saja saya yang akan menjaga bapak”, “terima kasih nak, kamu baik sekali”(mengusap air matanya). Proses pemakaman Zaira pun selesai, ayah Zaira selau membuka jendela ketika hujan deras agar putri kesayangannya itu bisa merasakan hujan deras.

Penulis Adalah Pelajar SMA N 2 Rujukan Kerinci

Posting Komentar untuk "Hujan Terakhirku"